About Me

Foto saya
I play at everybody's mind. I live in everybody's heart.

Selasa, 21 September 2010

PECINTA AMATIRAN

“Eh, beb. Lihat, deh.” Alya menyodorkan ponselnya kepadaku

“Jiee, sombong banget deh yang hapenya baru. Hahaha.” Goda Risa.

“Ih, bukan itu. Lihat dulu makanya.” Alya memperlihatkan sebuah foto di ponsel barunya.

“Hah? Ka.. Kamu kok bisa-bisanya sih? Ini siapa? Pacar baru kamu?” Risa tersentak melihat foto sahabatnya dengan seorang pria tak dikenal.

“Iya, pacar baruku. Hihihi. Itu belum seberapa kali. Nih, sekarang lihat yang ini.”

“Astagfirullah! Alya! Kamu parah banget sih? Itu kan dosa! Ckckck.” Risa sedikit gusar melihat Alya yang sedang berpelukan dan berciuman mesra dengan pacar barunya.

“Nah, kan. Dasar kuno deh sobat gue yang satu ini. Udah biasa kali beb foto ciuman doang sih.” Bela Alya.

“I.. Iya, sih. Tapi kan..”

“Ah, dosennya udah dateng tuh. Yuk, kita masuk kelas.” Kata Alya memotong perkataan Risa. Mereka pun memulai perkuliahan.

Risa dan Alya adalah seorang sahabat karib. Sedari kecil rumah mereka berdekatan. Alya terlahir di keluarga golongan atas yang terpandang. Ayahnya yang bekerja sebagai direktur di perusahaan swasta ternama membuat keluarga mereka berlimpah harta. Ibunya hobi liburan ke luar negeri. Kakak-kakaknya pun bisa dibilang sangat gaul di kota mereka, hampir semua orang tahu siapa mereka. Dan, sepertinya tak ada yang tak bisa mereka beli. Mulai dari koleksi mobil mewah sampai sepeda kuno mereka miliki.

Sedangkan Risa berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Ayahnya adalah seorang guru di sekolah negeri. Penghasilannya pas-pasan untuk menghidupi keluarganya. Kakaknya bekerja di luar kota. Alhasil, ibunya harus membuka warung untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Meski demikian, Risa dan Alya berteman baik. sepertinya perbedaan materi bukanlah suatu masalah.

Risa yang terlahir di keluarga yang sederhana tumbuh menjadi seorang muslimah yang sholeh. Shalat 5 waktu tak pernah dia tinggalkan. Setiap malam Al-Qur’an pun menjadi bacaan wajibnya. Di era yang serba instant seperti sekarang ini mungkin Risa bisa dibilang sedikit kuno. Sedangkan Alya lebih moderen daripada Risa.

“Beb, lo cari cowok gih. Kadang gue suka kasihan ngeliat lo. Masak sih pegangan tangan sama cowok aja belum pernah?” Bisik Alya. Kuliah saat itu terasa menjemukan. Salah satu mata kuliah yang kurang disukai mereka berdua, Filsafat Manusia. Alya membuka percakapan di kelas membosankan itu.

Risa, sampai saat ini memang belum pernah pacaran. Jangankan untuk bercumbu, pegangan tangan saja dia geli membayangkannya. Bukan karena tidak ada lelaki yang mendekatinya, tetapi memang karena prinsipnya yang kuno. Sedangkan Alya sering berganti pacar. Alasannya adalah selagi masih muda kenapa harus terikat dengan satu orang saja. Mungkin karena itulah Risa shock melihat foto Alya dengan kekasihnya barunya.

“Ah, nggak ah, Al. Aku masih belum mau pacaran. Aku pengennya nanti sekali pacaran langsung nikah.” Kata Risa.

“Yaelaaah.. Gue serius, Sa. Minimal lo harus nyoba pacaran dulu deh selagi muda. Kalo lo mau nanti gue kenalin temen gue. Namanya Andre. Tampang dan bodinya oke punya. Nih, fotonya kalo mau lihat.” Alya menyodorkan ponselnya. “Dia sempet deketin gue tapi gue tolak. Soalnya dia agak sok suci gitu.” Lanjutnya.

“Sok suci gimana emang, Al?” Tanya Risa sambil memperhatikan sosok lelaki di ponsel Alya.

“Hahaha. Tumben lo nanya balik? Biasanya gak pernah dianggep kalo gue nanya beginian.” Alya tertawa kecil. Risa cuma tersenyum.

“Yah, Islamnya bagus, sih. Solatnya juga lumayan rajin. Keluarganya juga berada. Bokapnya kalo gak salah ustadz gitu deh. Nah, gue suka kesel aja sama dia. Sok-sokan ngingetin gue solat. Tiap subuh nelfonin mulu ngebangunin gue solat subuh.” Lanjut Alya.

“Hmm, gitu. Bagus dong kalo ngingetin solat?” Nada bicara Risa seperti tertarik pada pria ini.

“Hihi. Dia nanya lagi. Kayaknya ada yang tertarik nih?” Alya menggoda. “Bagus, sih. Tapi kadang suka kesel aja, Ris. Lo tau sendiri gue paling susah bangun buat solat subuh.” Lanjutnya.

“Hei kalian berdua yang di pojok! Dari tadi saya perhatikan kalian berdua ngobrol terus! Sekali lagi kalian ngobrol, silakan keluar dari kelas saya!” Teriakan dosen memecah kesunyian di kelas. Mahasiswa lain tersentak kaget. Ada pula yang terbangun dari tidurnya, sampai air liurnya membasahi meja.

“I.. Iya, Pak. Maaf.” Kata Risa dan Alya kompak. “Ini nih alasan gue gak suka kelas filsafat. Udah mah dosennya galak, ngebosenin pula. Dasar dosen botak!” Bisik Alya. Badan Risa terguncang menahan tawa.

“Eh, Sa, nanti pokoknya gue kenalin sama Andre. Gue kasih nomor hape lo ke dia ya? Biar dia bisa langsung ngehubungin lo. Oke? Sekarang kita kuliah yang bener dulu deh. Daripada didamprat lagi.” Lanjut Alya. Risa mengangguk perlahan tanda setuju.

Malam harinya Risa mendapati nomor asing menelepon ponselnya. Dugaannya benar. Andre mengajak berkenalan. Sedikit aneh sih memang berkenalan lewat telepon. Tapi akhirnya perkenalan itu berjalan lancar. Andre ternyata orangnya baik. Risa menemukan kecocokkan di antara mereka. Mulai dari makanan kesukaan, hobi, sampai pengetahuan mengenai agama pun terasa cocok.

Semakin hari Andre semakin rajin menghubungin Risa. SMS, telepon, terkadang Risa sengaja pergi ke warnet untuk mengobrol via webcam. Wall facebook dan timeline di twitter pun banyak dihiasi oleh nama Andre. Risa mulai jatuh hati pada Andre meskipun mereka belum pernah bertemu.


***
Sebulan kemudian..

“Halo, Al. Aku main ke rumah kamu ya. Ada cerita nih. Hehehe.” Risa menelepon Alya sore itu. Nadanya seperti yang senang tapi bingung. Hari itu kuliah diliburkan. Katanya sih dosen filsafat mereka jatuh sakit.

“Aih, ada cerita seru apa, Sa? Yaudah, cepetan ke rumah! Kebeneran gue lagi gak ada kerjaan nih gara-gara libur. Nanti langsung masuk aja ya, bilang aja sama Pak Didi mau ketemu gue.” Teriak Alya di telepon.

Risa menutup teleponnya, lalu pergi ke rumah Alya. Dia mengalami sedikit kesulitan masuk ke rumah Alya. Maklum, Pak Didi belum lama bekerja sebagai satpam di rumah itu. Akhirnya Risa diperbolehkan masuk setelah diinterogasi beberapa menit.

“Ampun deh satpam baru kamu tuh, Al. Bawel banget sama orang baru. Kamu juga bukannya ngasih tau dulu aku mau main ke sini. Dasar.” Gerutu Risa sesampainya di kamar Alya.

“Hehehe. Sengaja, beb. Abisnya lo sombong gila. Jarang banget main ke rumah gue. Di kampus juga jarang ketemu. Tiap beres kelas lo langsung ngilang.” Celetuk Alya.

“Hehehe. Sori, deh. Beberapa hari ini aku sering main ke warnet soalnya.”

“Warnet? Tumben amat. Pasti gara-gara Andre ya! Ayo cerita! Hahaha.”

“Iya, Al. Hehehe. Itu yang mau aku ceritain sama kamu. Andre ngajakin aku ketemuan.” Kata Risa.

“Ahahaha. Bener dugaan gue. Ayo cepet cerita!” Desak Alya tak sabar.

Risa mulai bercerita dari awal Andre meneleponnya sampai saat ini. Bagaimana Andre membangunkannya setiap pagi. Mengingatkannya agar tak lupa makan. Mengirim SMS yang mengingatkannya supaya tidak lupa shalat. Bagaimana Andre bercerita tentang kehidupannya. Sampai akhirnya Andre mengajak ketemuan. Tetapi Risa merasa takut dan malu untuk bertemu. Dia benar-benar suka Andre.

Alya diam mendengarkan Risa. Dia bahagia akhirnya sahabatnya merasakan jatuh cinta. Alya yang lebih berpengalaman memberikan saran kepada Risa yang masih cupu dalam hal percintaan. Dia berhasil meyakinkan Risa memenuhi ajakan Andre.


***
Keesokan harinya..

Risa dan Andre akhirnya bertemu. Andre menjemput Risa ke kampusnya sepulang kuliah. Mereka pun memutuskan untuk makan siang bersama. Dilanjutkan dengan pergi ke bioskop menonton film yang saat itu sedang trending kala itu. Mereka berdua memang sering membicarakan film kalau sedang mengobrol.

Kemudian Andre mengantarkan Risa pulang ke rumahnya. Setelah berkenalan dengan orang tua Risa, mereka melanjutkan obrolan di teras depan rumah Risa. Jika diperhatikan, peri cinta terlihat sedang menghujamkan panah cinta ke arah mereka berdua. Dua insan muda yang sedang jatuh cinta. Malam itu ditutup dengan pernyataan cinta Andre ke Risa. Risa tak sanggup menolak. Dia benar-benar jatuh cinta. Sejak saat itu pun mereka pacaran.


***
Satu setengah tahun kemudian..

Alya benar-benar kehilangan Risa. Sejak pertemuannya dengan Andre, Risa semakin jarang menghubunginya. Bahkan di kampus pun Risa jarang kelihatan sejak beberapa bulan terakhir. Ditelepon ke ponsel dan telepon rumah pun Risa menghindar, tak mau menerima panggilan. Risa juga jarang kelihatan di depan rumah. Padahal biasanya dia rajin menyirami tanaman dan bunga di pekarangannya. Mobil Andre pun beberapa bulan terakhir ini menghilang, padahal biasanya selalu terparkir di depan rumah Risa. Sampai akhirnya Alya mendapati sebuah stasiun menayangkan sebuah running text yang membuatnya shock.

“Video mesum seorang mahasiswi Parasantha bersama seorang anak ustadz beredar di internet..”

Keesokan harinya kampus heboh membicarakan berita tersebut. Dosen, petugas tata usaha, mahasiswa lama, mahasiswa baru, sampai petugas kebersihan pun membicarakan berita itu. Belum jelas memang siapa pelaku video mesum itu, tetapi Alya menduga itu adalah Risa. Sore harinya Alya memutuskan untuk berkunjung ke rumah Risa.

“Permisi, Tante Ida. Risanya ada?” Tanya Alya kepada seorang wanita yang membukakan pintu, ibunya Risa. Mukanya terlihat kusut. Seperti orang yang sedang menanggung beban berat.

“Maaf ya, Neng Alya. Risa gak mau diganggu sama siapa pun katanya.” Kata Tante Ida sembari mencoba menutup pintu rumahnya.

“Sebentar, Tante.” Alya menahan pintu agar tetap terbuka. “Saya pengen banget ketemu Risa. Saya mohon ya, tante. Ini masalah hidup dan mati.” Alya berbohong. Dia berpikir itu satu-satunya cara agar dia dapat masuk ke dalam rumah itu.

Terdiam, seakan tahu apa yang terjadi, akhirnya tante Ida berbicara. “Ya, sudah. Silakan masuk, Neng. Risa ada di kamarnya. Coba ketuk pintunya, siapa tahu dia buka. Sudah beberapa hari ini dia gak mau makan.” Kata Tante Ida parau, seperti sedang menahan tangis.

“Terima kasih, Tante.” Ucap Alya sembari melangkah masuk. Kakinya membawanya ke depan kamar Risa.

“Saaa.. Risaaa.. Ini gue Alya.. Bukain pintunya dooong.. Gue mau masuk nih..” Kata Alya sambil mengetuk pintu kamar Risa. Hening. Tak ada jawaban apa pun di dalamnya.

“Saaa.. Ini gue, Saaa.. Ayo dong bukain pintunya.. Gue kangen banget sama lo, Saaa..” Alya mencoba mengetuk lagi, kali ini lebih keras, dia menggunakan kepalan tangannya, lebih tepat dikatakan menggedor daripada mengetuk. Tante Ida memperhatikan. Alya sekilas melihat air mata mengalir di wajah ibu sahabatnya itu.

“RISAAA!!! BUKAIN PINTUNYA ATAU GUE MASUK DENGAN PAKSA!!!” Teriakan Alya membahana. Memecah keheningan di rumah itu. Terdengar isak tangis seorang wanita di dalam kamar itu. Begitu pula di belakang Alya, Tante Ida tak kuat menahan emosinya. Alya tak menghiraukan.

“Saaa.. Please, gue mohon, gue tahu lo ada di dalam, bukain pintu ini, gue harus ketemu lo, Saaa..” Alya mulai terdengar putus asa. Dia terdiam. Tak tahu harus bagaimana. Beberapa saat kemudian, derap langkah terdengar dari dalam kamar. Risa membuka pintu kamarnya.

Sedikit kaget melihat Risa yang biasanya berpenampilan rapi kini kusut tak karuan. Pipinya menjadi cekung. Terlihat warna hitam di bawah matanya. Mengenakan jaket tebal sambil menyilangkan tangannya.

“Risaaa!?! Kamu kenapa, sih?” Tanya Alya kepada sahabatnya.

Risa terdiam. Dia lalu melemparkan tubuhnya ke arah Alya. Memeluknya dengan sangat erat. Air mata membasahi tubuh Alya. Dia semakin curiga bahwa pelaku video mesum di berita itu adalah sahabatnya sendiri. Tetapi dia berusaha menepis pikiran itu.

“Kamu.. Kenapa, Sa? Alya berkata sehalus mungkin.

Risa mendorong tubuh Alya. Dia membuka jaketnya. Memamerkan perutnya yang menggembung di badannya yang kurus. Entah disimpan di mana sebelumnya, Risa tiba-tiba menggenggam sebilah pisau dan mengacungkannya ke arah Alya.

“Ke.. Kenapa!? KAMU TANYA KENAPA!? INI SEMUA GARA-GARA KAMU!? Risa berteriak. Suaranya bergetar. Masih mengacungkan pisau ke arah Alya. Alya dan Tante Ida terkejut. Lalu mereka mencoba mendekatinya.

“DIAM! JANGAN ADA YANG BERGERAK! IBU JUGA, DIAM!” Suara Risa meledak-meledak. Alya dan Tante Ida terdiam menuruti perkataannya.

Alya mencoba berbicara. “Ini karena Andre? Sorry banget, Sa. Gue gak tahu kalo ujungnya bakal kayak gini.” Alya mencuri melangkah mendekati Risa perlahan.

“Ah! Kubilang diam! Jangan sebut nama itu di depanku! Aku benci dia! Karena kamu, Alya! Dan karena lelaki bajingan itu! Aku malu, Al, Bu. AKU MALU!!! Lebih baik aku mati saja. YA! MATI BERSAMA BAYI HARAM INI!”

Tiba-tiba darah segar menyembur dari tangan, perut, dan leher Risa. Dia mengiris urat nadinya, menancapkan pisau itu ke perutnya, lalu menghabisi nyawanya dengan menyayat lehernya.

“RISAAA…!!!” Alya dan Tante Ida berteriak bersamaan lalu menghampiri tubuh Risa yang tergeletak.

Mereka sama sekali tak sempat mencegah Risa. Semuanya terjadi begitu cepat. Mereka berdua memeluk Risa. Darah segar terus mengalir dari tiga luka yang menganga lebar. Tubuhnya kejang-kejang kesakitan. Beberapa detik kemudian, Risa menghembuskan napas terakhirnya. Dia telah tiada.


***
6 bulan sebelumnya..

Hari itu Risa dan Andre pulang kencan. Orang tua Risa sedang ke luar kota, kabarnya kakaknya jatuh sakit. Rumah Risa kosong, hanya ada mereka berdua di ruang keluarga. Sedang menonton sebuah tayangan televisi.

“Ris, can i kiss you?” Andre tiba-tiba bertanya.

“Hah? Ciuman? Jangan dulu ya, Dre. Kita kan belum lama pacaran. Lagian kita berdua tahu kalo itu tuh dosa.” Jawab Risa tenang. Di balik ketenangannya ternyata Risa merasa sangat penasaran seperti apakah rasanya ciuman itu.

“Ayolaaah.. Hari ini kan kita genap setahun pacaran.. Can i get a simple kiss from you?” Bujuk Andre.

Risa terdiam. Dia bingung. Terjadi pergelutan antara rasa penasaran yang menghantuinya dan norma yang mengikatnya.

“Jadi? Boleh yah? Andre masih berusaha membujuk.

“Euh.. Ya udah.. Tapi sekali aja ya ciumannya..” Risa mengiyakan.

Andre mendekatkan wajahnya. Tangannya membelai rambut Risa. Bola mata mereka saling bertatapan, memancarkan cinta. Spontan Risa menutup matanya. Hembusan napas Andre menyentuh halus kulitnya. Tubuhnya lemas. Kedua bibir anak muda itu kini bersentuhan. Aliran darah Risa menjadi lebih cepat seribu kali lipat menuju otaknya, membuatnya seakan melayang. Andre memeluk Risa, dekapannya terasa begitu kuat. Terdengar dua detak jantung yang berbalapan. Ini ciuman pertamanya. Ternyata begitu nikmat.

Entah bagaimana tangan Andre bisa menyentuh paha Risa, mencoba menyentuh bagian vitalnya. Hati Risa berusaha memberontak, tetapi tubuhnya tak melawan. Semuanya terasa begitu menyenangkan. Satu per satu kain yang menutupi tubuh mereka berdua berserakan di atas lantai. Andre meminta ijin untuk mengabadikan momen ini, Risa mengangguk pelan. Dikuasai oleh birahi, mereka berdua lupa diri. Mereka pun akhirnya bercinta. Bersenggama.


Quote :
"Ketika birahi yang juara, etika menguap entah ke mana.." ~ Efek Rumah Kaca

3 komentar:

  1. inilah alasannya sex education dan pembahasan soal sex itu penting

    BalasHapus
  2. Good Story.

    1. Never been naked in front of camera
    2. Use condom

    :)

    BalasHapus
  3. korban dari ketidakadilan cinta
    kasihan risa..

    BalasHapus