About Me

Foto saya
I play at everybody's mind. I live in everybody's heart.

Senin, 12 Oktober 2009

A Short Story : Broken Chairs

Semua orang pasti pernah melakukan sesuatu yang bodoh dalam hidupnya, begitu juga dengan saya.

Judul notes ini diambil dari pengalaman bodoh saya sendiri.
"Broken Chairs" yg berarti kursi patah/rusak. dan memang kursi-kursi tersebut saya lah yang merusakkannya. hahaha. 

Ok then, shall we start guys!?


Broken Chair part 1 :

Maret 2005,
Siang itu tak seperti biasanya. Matahari yang biasanya menyerukan teriknya siang hari ternyata sedang bersembunyi di balik awan hitam. Cuaca yang sangat nyaman untuk sekedar berkeliling di sekitaran komplek rumah sambil menunggangi "Harimau"-ku yang baru berusia 2 bulan. 

"Wah, lg adem gini enaknya keliling-keliling pake motor nih." Ucapku dalam hati sembari mengambil kunci motor lalu mulai memanaskan motorku.

Kemudian aku pun menelepon seorang temanku yang rumahnya hanya berjarak 100 langkah dari rumahku berada.

"Kiw, keur dimana euy? Baturan urang kukurilingan yu pake motor. urang euweuh gawe yeuh"
(Kiw, lagi dimana lo? Temenin gw muter-muter yu pake motor. Gw lagi ga ada kerjaan nih.)

"Urang keur di imah. Kadieu weh heula, engke urang baturan. Emang dek kamana kitu sem?"
(Gw lagi di rumah. Ke sini dulu aja, tar gw temenin. Emangnya mau kemana gitu sem?"

"Nyaaaa, kukurilingan weeeh. Gadag pisan yeuh urang." Ucapku sembari menggerung-gerung motorku.
(Yaaaa, muter-muter ajaaaa.. Ga ada kerjaan banget nih gw.)

"Sip atuh. Kadieu weh heula. Diantos ah" Riki membalas sambil terdengar membangunkan dirinya dari tempat tidur (mungkin) untuk bersiap-siap.

"Der ah! Urang kaditu ayeuna!"
(Sip! Gw kesana sekarang!)

Dan aku pun menunggangi "Harimau"-ku menuju rumahnya.


---------------------*********************************------------------------------------------------------------------------------------


Harimau"-ku kini ditunggangi oleh 2 orang pemuda. Satu pemuda bertubuh besar dan bulat yaitu diriku, dan satu lagi pemuda bertubuh kurus dan tinggi yaitu Riki.

Dan kami mulai berkeliling mengarungi dunia tanpa arah, ikut terbang kemana pun angin berhembus.

Dengan suara lantangnya, Riki memecah deruan angin yang menerjang kami.

"Deuk kamana sih sem?
(Mau kemana sih sem?)

"Teuing atuh urang oge. Aya ide teu?"
(Kaga tau gw juga. Ada Ide?"

"Ke tukang polet motor weh atuh. Ongkoh dek di polet?"
(Ke tukang polet motor aja. Katanya mau di polet?)

"Oh enya oge. Sip atuh. Cepengan Kiw, urang dek geber!"
(Oh iya juga. Siplaaah. Pegangan Kiw, gw mau ngebut!)

Dan "Harimau"-ku mengeluarkan auman khasnya yang dapat menggetarkan seluruh hutan beserta isinya, membawa aku dan kawanku melaju melebihi kecepatan cahaya.

"Roooooaaaaarrrrr....!!!"


---------------------*********************************------------------------------------------------------------------------------------


Hanya dalam sekejap mata kami tiba di tempat tujuan. "Harimau"-ku pun terduduk tegap di pinggiran jalan. Menjadi pusat perhatian banyak orang yang sedikit melirik ke arah "Harimau"-ku ketika mereke melewati kami.

Lalu aku menghampiri seorang pria paruh baya yang sedang menyeruput kopi hitam dan menghisap fatsal 5-nya dengan nikmatnya.

Aku bertanya, "Kang, upami bade masang polet hideung kanggo motor Tiger sabarahaan?"
(Kang, kalau mau pasang polet warna hitam buat motor Tiger berapa?)

"Tilu puluh rebu" Ucapnya dengan dingin.
(Tiga puluh ribu)

"Mahal-mahal teuing! Geus weh mabelas rebu!" Riki menyentak pria paruh baya itu.
(Mahal amat! Udah lima belas ribu aja!)

"Nyanggeuslah.. Pek bae mabelas rebu oge" sambil meletakkan gelas kopinya dengan wajah setengah marah dan mulai melakukan pekerjaannya.
(Yaudahlah, ga apa-apa lima belas ribu juga)

Aku dan Riki pun beranjak ke kursi kayu tua lalu mengeluarkan rokok "bukan basa-basi" dan mulai bercakap-cakap sambil duduk santai menunggu selesainya pria itu memperindah corak "Harimau"-ku.

Canda Tawa..

Senda Gurau..

Dan kepulan Asap rokok yang mengotori langit mendung menjadi momen penting sebelum terjadinya kejadian itu..

Aku berdiri sejenak membenarkan celanaku yang kedodoran lalu dengan tololnya aku menjatuhkan bokongku ke atas kursi kayu tua itu yang seketika mengeluarkan suara keras!

"GEDUBRAK!"

Tiba-tiba terdengar suara tawa terbahak membahana dari pemuda bertubuh tinggi dan kurus itu. Menertawakan diriku yang tiba-tiba terjatuh di atas kursi yang rusak oleh berat bebanku.

"Huahahahahahahahahahahaha....!!! Kunaon maneh seeeeeem..!? Hahahahahahaha..!!"
(Huahahahahahahahahahahaha...!!! Kenapa lo sem..!? Hahahahahahahahahaha..!!)

"Aduuhh.. Aduuuhh.. Tong seuri koplok! nyeuri yeuh bool aing! Aduuuhh.." 
(Aduuhh.. Aduuhh.. Jangan ketawa sialan! Sakit nih pantat gw! Aduuhh..)

Aku meringis kesakitan sambil melihat ke arah tukang polet motor yang sedang memasang polet terakhir dengan tubuhnya yang mendadak berguncang dengan hebatnya. 
Berguncang menahan tawa melihat tubuh bulatku jatuh tersungkur dan kursi kayu yang kini telah hancur terbelah menjadi dua.

"Tos beres yeuh jang!" 
(Udah beres nih mas!)

Seru pria paruh baya dengan senyuman puas menghiasi wajahnya itu memecah tawa Riki yang masih membahana dan aku yang masih meringis kesakitan sembari berusaha menegakkan tubuhku.

"Janten sabaraha? Mabelas rebu nya?" Ucapku sembari mengusap-usap bokongku yang masih terasa sakit.
(Jadi berapa? Lima belas ribu ya?)

"Eeehh.. Sumuhun, Janten mabelas rebu.." Pria itu melirik ke arah kursi yang patah dan menjawab dengan nada ragu, sementara Riki masih saja tertawa cekikikan. 
(Eeehh.. Iya, jadi lima belas ribu)

"Yeuh ku urang tambahan sapuluh rebu jeung benerkeun korsi. Nuhun Pak!" Keluar nada kesal bercampur malu dari mulutku.
(Nih saya tambahin sepuluh ribu buat benerin kursi. Makasih Pak!)

Lalu aku pun menggerung "Harimau" hitamku, pergi meninggalkan tempat kejadian memalukan itu seketika.

"Hari yang memalukan!" Aku membatin dan getaran tubuh Riki yang menahan tawa masih terasa begitu kencang.

"Sial!"

2 komentar:

  1. lucu banget coy cerita y,,,ha,ha,ha,ha,hade lah

    BalasHapus
  2. hehehe. thx badil, smg ceritanya cukup menghibur.

    BalasHapus