About Me

Foto saya
I play at everybody's mind. I live in everybody's heart.

Rabu, 08 September 2010

ANDAIKAN MATA DAPAT BERBICARA

Usianya memang masih terbilang muda, 23 tahun tepatnya. Panggil saja dia Tole. Kulit hitamnya membalut tubuh tinggi besar yang dia miliki. Tak heran banyak orang merasa takut padanya. Belum lagi tato bergambar burung elang dan tengkorak di lengannya dan beberapa bekas luka di wajahnya menambah kesan sangar. Konon, dia pernah tertembak hingga peluru menembus pipinya. Ya, percaya atau tidak, tetapi seperti itulah ceritanya.

***

10 tahun yang lalu di gang Mangga


“BUAK!!!” Terdengar suara gebukan dari dalam rumah itu.
“Ampun, Pak.. Ampuni Tole..” Tole memohon kepada Ayahnya.
Tak menghiraukan permintaan anaknya, ayah Tole membentak, “DASAR ANAK KURANG AJAR!!! PERGI KAU DARI RUMAH INI!!!”
“Ta.. Tapi, Pak. A.. Aku mencuri makanan ini untuk kita semua..” Tole membela diri.
“PERGI KAU!!! DAN JANGAN PERNAH KEMBALI!!!” Teriak ayahnya sambil mengacungkan kayu di tangannya.

Melangkah lunglai, Tole pun akhirnya pergi meninggalkan kedua orang tuanya dan seorang adik perempuan bisu kesayangannya.

***

“Siniin duit elo atau gue matiin elo sekarang.” Bisik Tole sambil memamerkan belati yang menggantung di pinggangnya pada kawanan siswa SMU di sisi jalan. Tak mau ambil resiko, mereka pun menuruti perkataannya.

Tole memang dikenal sebagai preman di daerahnya. Kehidupannya sehari-hari tak lepas dari minuman keras, pelacur, dan berkelahi. Sel tahanan sudah seperti majalah langganan yang setia mendatanginya setiap minggu.
Masa kecilnya yang suram membuat dirinya menjadi seperti sekarang ini. Satu hal yang dirindukan Tole adalah adik kesayangannya. Pikirannya terbang menembus batas waktu untuk sepersekian detik. Lamunan akan adik kecilnya lalu dialihkan oleh sapaan seorang pria yang dikenalnya.

“Oi, Le. Baru dapet duit ya lo? Nanti malem kita minum lagi dong kalo gitu?”
“Yoi, Sob. Nanti malem ya di tempat biasa. Gue bayarin semuanya deh. Lumayan juga kantong anak SMA jaman sekarang. Tebel banget! Hahaha..”
“Sip, deh. Nanti gue kabarin anak-anak yang lain kalo gitu. Gue lanjut ngasong dulu ya, Bos.”
“Oke, Jek. Nanti malem yee jangan lupa..”

Malam pun tiba. Segerombolan pemuda terlihat sedang asyik menenggak botol miras di sebuah warung remang sambil bermain kartu.

“Bangsat!!! Kalah aja terus!!! Kapan gue menangnya!?!” Teriak seorang pria gemuk kepada Tole.
“Hahaha. Tenang, Sob. Anggap aja ini duit minuman yang gue bayarin buat kalian.” Tole tertawa puas sambil menghitung uang kemenangannya.
“Iya, nih. Si Tole emang paling jago main beginian. Curiga pake Jin Tomang.” Jeki mengeluh.
“Oi! Lo semua pada lihat gak tuh cewek cakep barusan lewat? Godain, yuk?” Kali ini seorang pria kurus dan berambut panjang yang berbicara.

Perhatian mereka teralih pada seorang gadis belia yang sedang berjalan. Tubuhnya yang montok seakan mengundang kawanan serigala itu berbuat jahat. Bisikan setan pun dengan mudah masuk ke telinga mereka yang setengah sadar. Mereka berjalan mengikuti gadis itu.

Diterangi oleh sinar rembulan dan dinginnya angin malam, gadis itu terus berjalan tanpa menyadari ada bahaya yang mengintai di belakangnya. Semakin gelap dan sepi, empat serigala itu mulai menyergap mangsanya.

“Halo, cantik. Mau ke mana sendirian malem-malem?” Goda Jeki sambil menarik tangan si gadis.

Gadis itu tersentak, lalu mencoba melarikan diri.

“Eit, mau ke mana lo? Gak mungkin bisa lari. Mending temenin kita.” Si gemuk dan kurus berbicara berbarengan.

Gadis itu membuka mulutnya, mencoba berteriak tetapi tak ada sedikit pun suara yang keluar.

“Wah, bisu, Bos. Gak bisa ngomong.” Ucap si kurus kepada Tole.

Tole menghampiri gadis itu, menatap dalam ke arah matanya.

“Rasanya gue pernah lihat muka dan mata ini.” Tole menggunyam.

Gadis itu menatap balik mata Tole. Seakan berbicara dan memohon. Raut wajahnya menampakkan kesedihan yang teramat sangat. Tole tak menghiraukan. Mereka akhirnya membawa gadis malang itu ke tempat yang lebih sepi lalu memulai aksinya secara bergiliran.

Lemas. Tak tahan dengan keberingasan kawanan serigala itu, gadis itu tewas.
Tak menunjukkan kepanikan, seakan sudah terbiasa, mereka berempat memutuskan untuk membuang mayat gadis itu ke sungai lalu membubarkan diri ke tempat tinggalnya masing-masing.

***

Malam semakin larut. Tole tak kunjung terlelap. Dia gelisah. Wajah dan tatapan mata gadis malang itu masih terbayang di dalam benaknya.

“Ini sudah hari kedua sejak kejadian itu. Kenapa masih saja terbayang wajahnya? Siapa dia sebenarnya?” Pikirnya.

Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya, memaksanya turun dari tempat tidur untuk mencari kegiatan lain. Dia akhirnya menyalakan televisi. Tole terkejut sekaligus mual melihat berita di televisi.

“Minarsih, seorang gadis berusia 18 tahun ditemukan tewas dalam keadaan mengenaskan di pinggir kali. Minarsih diduga telah menjadi korban perkosaan….”

Tole mematikan tivinya lalu kembali ke tempat tidur. Keesokan harinya dia ditemukan tewas dalam keadaan gantung diri.

2 komentar:

  1. Lagi bereksplorasi dengan tragis ya? Utk efek dramatis. Tole tdk ingat adiknya krn efek miras. Kalau suka plot maju-mundur, bisa diolah lebih mengerikan lagi ini cerita.

    BalasHapus
  2. Ah, iya juga ya. Kenapa kemarin gak kepikiran ya.
    Terima kasih ya mas masukannya. Saya masih harus banyak belajar. :D

    BalasHapus