About Me

Foto saya
I play at everybody's mind. I live in everybody's heart.

Kamis, 09 September 2010

ANTARA SURGA DAN NERAKA

“Ugh.. Di mana ini?” Idan melenguh. Kepalanya terasa sangat berat. Bak memikul mahkota raja yang bertahtakan ribuan permata.

Dia terbangun di sebuah tempat gelap, yang bahkan cahaya pun tak dapat melarikan diri. Dia tak mampu melihat. Indera penglihatannya kehilangan fungsinya akibat tak ada cahaya sedikit pun di sekelilingnya. Idan berusaha berdiri. Tubuhnya limbung, seakan baru dihakimi massa.

“Halooo… Apakah ada orang di siniii…!?!” Idan berteriak. Telinganya bergerak mencari tanda-tanda kehidupan di sekitarnya. Sunyi. Senyap. Sepi. Hanya itu jawaban yang didapat.

Tubuhnya mulai stabil. Tungkainya dapat menjejak dengan baik. Pukulan-pukulan kecil di kepalanya mulai mereda. Idan menyipitkan mata bak elang mencari mangsa. Nihil. Dia tetap tidak dapat melihat setitik cahaya pun. Bahkan tubuhnya sendiri pun tak dapat dikenalinya. Satu-satunya tanda kehidupan di sana adalah suara napas pendek dan detak jantungnya.

Idan memutuskan untuk berpindah tempat. Suara langkah kakinya kini menemani hembusan napas dan degup jantungnya. Dia berjalan lurus, tanpa tujuan. Kepalanya berputar-putar seperti mercusuar, tapi hasilnya tetap sama. Dia sendirian.

Detik demi detik. Menit demi menit. Jam demi jam. Idan terus melangkah lurus tanpa tujuan. Berharap menemukan sesuatu selain dirinya. Akhirnya dia menyadari sesuatu. Semuanya tak segelap sebelumnya. Dia dapat mengenali tangan dan kakinya. Seberkas cahaya berwarna merah mulai terlihat di kejauhan. Terdengar sayup suara dari arah sana. Bukan manusia. Bukan pula binatang. Suara itu mengerang. Seperti sedang kesakitan. Seperti sedang disiksa.

Idan mempercepat langkahnya menuju sumber suara. Sedikit demi sedikit demi sedikit segalanya semakin jelas. Matanya kembali berfungsi normal. Suara teriakan dan erangan semakin keras terdengar. Tetapi dia tersentak kaget melihat pemandangan yang disuguhkan kepada matanya. Lidah api menyembur ke angkasa. Kawanan elang botak berterbangan di atasnya.

Penasaran. Idan mulai berlari. Dia menemukan sebuah gerbang yang sangat amat menyeramkan. Terbuat dari besi karatan yang pasti akan membuat siapa pun yang menyentuhnya akan terkena tetanus. Di depannya terdapat patung menyerupai kepala banteng, tetapi jauh lebih garang dan menyeramkan. Dari hidungnya terlihat hembusan uap berasal dari panas di balik gerbang itu. Nyala api berkobar dari balik matanya. Pandangan Idan tertuju pada sebuah tulisan di atas patung itu, yang berbunyi “GERBANG NERAKA”. Kembali terdengar teriakan dan erangan yang membuat bulu kuduk berdiri.

Spontan Idan membalikkan badannya lalu mengeluarkan kecepatan yang mampu dicapai oleh seorang manusia. Dia ketakutan. Wajah patung banteng dan tulisan tadi terus membayangi pikirannya. Berlari dan terus berlari menuju kegelapan abadi sampai cahaya dan suara itu hilang dari rangsang panca inderanya. Kali ini dia kembali hanya mendengar detak jantung yang berbalapan dengan napas yang terengah-engah disusul oleh langkah kaki yang super cepat. Idan berhasil masuk dalam gelap abadi.

“Tempat apa itu tadi? Apakah itu benar-benar neraka?” Idan berbicara pada dirinya sendiri di tengah napasnya yang terpotong-potong. “Sial. Untung saja aku tidak dikirim ke neraka. Tapi, kalau yang barusan itu neraka, berarti di ujung satunya lagi ada surga!” Idan melanjutkan monolognya lalu kembali melanjutkan perjalanannya. Kali ini tujuannya adalah surga.

Masih dengan hanya ditemani suara detak jantung, hembusan napas, dan langkah kaki yang mulai teratur, Idan terus berjalan lurus. Berharap dugaan dia tentang surga benar adanya. Detik demi detik. Menit demi menit. Dan jam demi jam kembali dia habiskan. Sampai pada akhirnya dia melihat seberkas cahaya putih terpancar di ujung mata. Semakin yakin akan hipotesanya, Idan kembali mengeluarkan kecepatan tertinggi yang dapat dicapai manusia. Suara tawa kebahagiaan kini mulai menusuk gendang telinganya.

Pria dan wanita, tua maupun muda, beserta anak-anak juga, semakin jelas menghiasi indera pendengarannya. Langkah Idan terhenti. Seakan terpukau oleh indahnya panorama yang hadir di pelupuk matanya. Sebuah gerbang bertuliskan “GERBANG SURGA”, terbuat dari kaca memamerkan pemandangan di dalamnya. Pemandangan sebuah taman yang belum pernah dia lihat semasa hidupnya. Pepohonan rindang dengan segala jenis buah-buahan.

Air terjun di kejauhan. Laki-laki yang dikelilingi oleh para bidadari cantik. Anak-anak yang sedang bermain dengan sebayanya. Hewan-hewan magis yang sebelumnya hanya menjadi legenda kini menjadi nyata. Idan melihat pemuda sedang berkejaran menunggangi Pegasus. Segerombolan perempuan sedang berfoto-foto dengan unicorn. Dan hewan lainnya yang tak bisa disebutkan satu persatu.

Idan mengulurkan tangannya menyentuh gerbang kaca, berharap dirinya dapat terserap lalu muncul di baliknya. Nihil. Dia melemparkan tubuhnya, yang ada hanya rasa sakit. Segala upaya telah dilakukan agar dapat masuk ke sana. Tak ada hasilnya. Idan terduduk lemas, hanya bisa menikmati pemandangan di balik kaca. Entah sampai kapan.

***

Sebelumnya di hari penimbangan amal

Sebuah timbangan berdiri tegak dan seimbang. Di baliknya tertera sebuah nama bertuliskan, “Rosidan Salim”.

1 komentar:

  1. Kesendirian dan ketidak pastian, apakah itu lebih menyiksa dari neraka? Bisa diolah menjadi lebih tragis. Tapi saya sendiri ngeri bermain-main dengan hal seperti ini. Menulis hal seperti ini membuat tidak bisa tidur :), cukup membacanya.

    BalasHapus