Sudah pernah nonton film Prince of Persia belum? Jika yang sudah pernah menonton, tentu kata Assassins terdengar familiar di telinga kalian. Kali ini saya akan bercerita mengenai satu kelompok yang ada di film Prince of Persia, yaitu The Assassins.
Pada pertengahan abad ke-12, di Syria terdapat sebuah kelompok rahasia para penghisap ganja. Mereka berusaha merebut tahta kepemimpinan Islam pada masa itu dengan cara-cara kekerasan. Kelompok ini memiliki struktur organisasi yang rapi. Mereka membangun sistem sel bawah tanah. Membentuk agensi dan spionase dengan struktur kepemimpinan piramidal. Jaringan intelejen piramidal ini mereka gerakkan di tengah masyarakan Muslim di seluruh dunia.
Pada awalnya, kelompok Assassins ini disebut Nizariyah. Karena, mereka berusaha mengembalikan Pangeran Nizar al-Toyyib ke tahta kekuasaan Mesir. Nizariyah melakukan cara ini karena yakin bahwa Pangeran Nizar al-Toyyib adalah reinkarnasi Nabi Ismail as. Namin berkali Nizariyah salah patron dan gagal meraih tujuan. Akhirnya mereka berinovasi menentukan pemimpin.
Dalam kepemimpinan piramidal ini, ada satu pemimpin tertinggi. Tugasnya mengatur seluruh agen-agen di berbagai wilayah masyarakat Muslim. Para eksekutor kelompok dalam organisasi ini disebut Assassins.
Merasa mendapat jalan buntu dan jengah mengalami kegagalan akibat salah memilih pemimpin, Nizariyah mereorientasi sistem organisasi dan bertindak berbeda dengan cara-cara sebelumnya. Kali ini, Nizariyah melanggar syariah Islam. Mereka menyabotase dan mengadopsi secara compang-camping akidah Syiah tentang Imam Mahdi. Dengan dalih mempersiapkan diri untuk menyambut datangnya Imam Mahdi, Imam ke-12 yang diagungkan masyarakat Syiah, kelompok Nizariyah melancarkan serangan bawah tanah kepada orang-orang yang dianggap musuhnya.
Perbuatan Nizariyah ini jelas bertentangan dengan syariah Islam yang disampaikan Nabi Muhammad saw dan keyakinan masyarakat Syiah. Kepemimpinan Nabi Muhammad itu dilanjutkan oleh 12 Imam. Imam terakhir adalah Imam Mahdi yang dijanjikan Allah SWT sebagai penegak keadilan akhir zaman.
Sehebat apapun atraksi mereka, meski mengklaim gerakannya demi mempersiapkan kehadiran Imam Mahdi, jelas mereka melanggar syariat Islam Syiah. Misalnya, kelompok Nizariyah membolehkan setiap pemimpin mereka memiliki hak istimewa; meminum anggur hingga mabuk, menghisap ganja hingga teler. Lebih fatal lagi, pemimpin mereka dihalalkan membunuh umat Islam lainnya dengan dalih jihad. Penyimpangan total terhadap syariat Islam yang mereka lakukan menjadi asalan ulama Syiah mendakwa mereka sebagai orang-orang murtad dan sesat.
Setelah dinyatakan bersalah dan sesat, kelompok Nizariyah meninggalkan Mesir dan pindah ke Syiria. Kemudian, di sana kaum Nizariyah dikenal sebagai kelompok Hashshasin. Bahasa Inggris mengonversi kata ini menjadi Assassins, yang artinya pembunuh. Namun, penegasan ini masih mengandung kontroversi. Hashshasin yang diartikan "penghisap ganja", menurut beberapa pakar Bahasa Arab berasa dari kata yang artinya "penjaga rahasia-rahasia".
Selanjutnya, dalam kendali kepemimpinan Hasan bin Sabah, kelompok Assassins banyak melakukan serangan gerilya secara keji. Mereka menyerang kota Baghdad dari markas besar Lembah Alamut, di sebelah utara Persia. Mereka berusaha menggulingkan penguasa pada masa itu.
Dalam The History of The Assassins, Amin Maluf menjelaskan bahwa Hasan bin Sabah adalah master budaya dan penyair yang mengusai sains modern. Hasan bin Sabah berusaha keras membangun organisasi Assassins. Dia mengadopsi teknik-teknik Darul Hikmat di Kairo, Mesir. Dia berambisi memajukan organisasi yang dipimpinnya itu. Terbukti, setelah dua abad lebih, kelompok Assassins lihai membunuh musuh-musuhnya dengan racun dan senjata. Kelompok ini juga mahir melakukan serangan-serangan bawah tanah yang pernah menjadi momok di kawasan Timur Tengah.
Benteng Assassins di Lembah Alamut menjadi salah satu legenda Persia yang terkenal dengan sebutan "surga dunia". Marco Polo terkesan akan kemegahan dan kemewahan Benteng Alamut. Usai perjalannya melintasi benteng itu pada tahun 1271 M, dia menulis :
"Di lembah elok itu, di antara dua gunung tinggi menjulang, dia (Hasan bin Sabah) membangun taman-taman mewah. Di dalamnya tumbuh semua pohon berbuah ranum dan segala tumbuhan harum yang bisa dipetik. Istana-ostamana dengan ragam luas dan bentuk dibangun di setiap hamparan taman yang berbeda-beda. Istana-istana itu dihiasi batu emas. Di dinding-dindingnya bergelantungan lukisan-lukisan. Di jendela-jendelanya bermacam kelambu sutra mewah terpajang.
Di ruang-ruang itana, suguhan anggur, susu, madu, dan air bersih tersaji di setiap sudutnya. Penghuninya gadis-gadis cantik molek. Mereka semua pandai bernyanyi, memainkan berbagai alat musik dan menari. Mereka semua manja serta memikat dengan sejuk.
Sebuah kastil kokh, seolah mustahil dihancurkan menancap di gerbang. Dia ingin tak seorang pun masuk ke "surga dunia" itu tanpa ijinnya. Itulah pintu masuk menuju lembah elok itu."
Hasan bin Sabah merekrut para pemuda di wilayahnya sebagai pengikutnya dengan cara membius mereka dan mengangkutnya ke lembah itu. Setelah sadar, ternyata mereka berada di "surga dunia" itu. Pemandangan surga dunia dipamerkan kepada mereka. Segala kenikmatan bius mereka rasakan berabrengan dengan doktrin-doktrin sebelum akhirnya dilepas kembali ke tengah masyarakat.
Setelah para pemuda itu diculik oleh Hasan bin Sabah untuk dijadikan murid, ketika itu mereka dicuci otak dengan berbagai merek dan tipe tipu daya. Akal sehat mereka hilang. Bagi mereka, sosok Hasan bin Sabah adalah segalanya. Moto mereka kemudian menjadi : Tak ada larangan! Semua halal!
Para pemuda "berotak baru" itu telah terbiasa dengan kenikmatan di lembah "surga dunia". Akhirnya mereka merasakan dunia luar tak bernilai apa-apa. Mereka mabuk doktrin Hasan bin Sabah. Setelah terbiasa dengan kemewahan, ketika mereka dikembalikan di lingkungan semula yang sarat dengan kerja keras dan hambatan-hambatan, timbul rasa ingin kembali ke taman surgawi Hasan bin Sabah. Untuk mendapatkan lagi kenikmatan itu, mereka halalkan segala cara dan rela melakukan apa pun meski nyawa taruhannya.
Art of Imposture (Seni Menipu), begitu Abdul Rahman menulis. Dia cata muslihat Hasan bin Sabah ketika memerintah seorang murid terdekatnya yang memiliki loyalitas tinggi ditanam hingga leher. Kemudian murid yang hanya kelihatan kepalanya di atas tanah itu dilumuri darah segar. Tampaklah kepala itu tanpa tubuh. Sebelumnya murid terdekat itu dikabarkan terpanggal kepalanya di medan perang. Setelah murid loyal itu benar-benar tampak seolah mati, Hasan bin Sabah mengumpulkan murid-murid barunya untuk menyaksikan kepala berlumur darah tanpa tubuh itu. Di depan murid-murid baru itu, murid loyal yag hanya tampak kepalanya di atas itu mengabarkan kenikmatan surga.
Murid-murid baru pun mendengar syair-syair palsu tentang surga yang terujar dari kepala berlumur darah itu. Indah dan menggiurkan. Mereka menyangka, seniornya itu telah masuk surga. Setelah Hasan bin Sabah benar-benar yakin bahwa murid-muridnya telah terbius oleh tipu-dayanya, dia memerintah mereka kembali ke "surga dunia". Kemudian, murid yang ditanam kepalanya hingga lebehr itu, benar-benar dipenggal. Untuk menyempurnakan tipu muslihatnya, Hasan bin Sabah memajang kepala itu di tiang ritual hingga selalu bisa disaksikan seluruh penduduk lembah "surga dunia". Murid-murid pun terbius surga palsu.
Arkun Daraul dalam karyanya A History of Secret Societies, membagi kelompok rahasia pengikut Assassins menjadi tiga lapis: pertama, para misionaris (Dayes), kedua, para sahabat (Rafiq), ketiga, adalah murid-murid yang teruji kesetiannya, pecintanya (Muhibbin). Golongan terakhir adalah para eksekutor terlatih. Para muhibbin mencirikan diri dengan topi putih dan sepatu boot merah. Ketiga lapis kelompok Assassins, selain mahir menghujam belati di dada korbannya, mereka juga menguasai bermacam-macam bahasa. Ada kalanya mereka berdandan dan berperilaku seolah pendeta. Mereka juga berbaur dengan masyarakat dengan menjadi pedagang dan serdadu. Intinya, mereka siap menyamar apa saja sebagai kedok demi menjalankan misi dan meraih tujuan.
Kata sandi anggota Assassins adalah "dari surga". Setiap ada "surat perintah jalan" untuk misi, eksekutor Assassins akan mendapat pertanyaan, "Dari mana asalmu?" Sang eksekutor pun menjawab, "Dari surga". Setelah dipastikan, instruksi kembali dimandatkan, "Bunuhlah fulan/fulanah. Setelah berhasil, kau akan kembali menghuni surga. Jemputlah kematian! Karena para malaikat tak sabar mengangkatmu ke surga."
Pengaruh Assassins menyebar ke seantero jagad hingga pertengahan abad ke-13. Setelah Hasan bin Sabah terbunuh di tangan aaknya sendiri, Muhammad, kelompok Assassins mengalami kemunduran. Kemudian Muhammad juga dibunuh anaknya sendiri. Tahun 1256, markas besar Assassins, Benteng Alamut, jatuh ke tangan Penjajah Mongol yang menandai akhir riwayat Assassins.
Pada awal abad ke-16, pemerintahan Ottoman yang berkuasa, menghancurkan pertahanan akhir Assassins di Syria. Tamatlah riwayat kekuatan militer Assassins yang tak terkalahkan pada masana. Perubahan besar ini menjadikan dinasti pemimpin Nizariyah Ismailiyah memodernisasi organisasinya. Agha Khan adalah tokoh utamanya. Kemudian mereka menghilangkan citra Assassins atau "pembunuh". Organisasi yang berubah total itu mensyaratkan toleransi kepada sesama umat manusia sebagai lanskap kegiatannya.
Sumber : Bradley, Michael. The Secret Societies - 21 Organisasi Perusak Dunia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar