About Me

Foto saya
I play at everybody's mind. I live in everybody's heart.

Selasa, 14 September 2010

KASIH TAK SAMPAI

H+4 di Kantor Pusat

“Rudi, dana bantuan sudah turun. Tolong diurus ya. Kamu ngerti maksudku, kan?” Ucap seorang pria berperut buncit dari balik mejanya.

“Baik, Pak. Akan segera saya kerjakan. Saya permisi dulu, Pak.”

***

Entah sudah berapa lama nasib kami tak menentu sejak kejadian malam itu. Panas terik maupun hujan badai kami habiskan di bawah tenda ini. Makanan yang mengisi perut kami pun seadanya. Kami lupa kapan terakhir kali kami berganti pakaian. Bau badan menyengat dari segala penjuru arah. Jangankan mandi, air bersih untuk melepas dahaga saja sulit kami dapatkan.

Aku teringat sebuah berita di tivi yang menayangkan bahwa saudara-saudara sebangsa dan setanah air berbondong-bondong menyumbangkan bantuan berupa pakaian, makanan, obat-obatan, dan sejenisnya. Dan, pemerintah pusat yang menurunkan dana bantuan sebesar 23 Miliar ditambah dengan sumbangan masyarakat sebesar 2 Miliar.

Tetapi nyatanya kami masih hidup sengsara. Bantuan masih terasa sangat kurang. Beberapa mulai mati kelaparan. Beberapa memilih bunuh diri, tak tahan dengan tekanan yang dihadapi. Tak ada yang dapat kami lakukan selain menunggu. Menunggu uluran tangan mereka. Kasih yang tak sampai.

***
Hari Itu

Malam itu sepi. Seperti biasanya. Para manusia sedang berada di kamarnya masing-masing, tertidur pulas. Waktu menunjukkan pukul 2 dini hari. Hanya ada sepasang mata yang masih terjaga di dalam kamar. Aku yang sedang menikmati rokok dan segelas kopi hitam.

Aku berhenti sejenak dari aktivitasku. Telingaku menangkap sesuatu di luar sana. Burung-burung malam terdengar lebih berisik dari biasanya. Sapi, kambing, dan hewan ternak lain pun ikut bersuara. “Ada apa ini? Tak biasanya mereka berisik seperti ini.” Pikirku.

Aku dapat melihat kawanan semut berlari ke arah selatan, seakan sedang melarikan diri dari marabahaya. “DUAAARRR!!!” Tiba-tiba terdengar suara letusan di seberang sana. Aku bergegas ke luar untuk mencari tahu sumber suara itu.

Terkejut dengan apa yang aku lihat, sontak aku berteriak. “Astagfirullah! Gu.. Gunung Sitapung meletus!” Cairan magma muncrat ke atas langit. Debu vulkanik membuat langit menjadi semakin kelam. Di lereng gunung terlihat lava sedang mengalir ke tempat yang lebih rendah.

“Banguuun!!! Banguuun!!! Gunung meletuuus!!! Banguuun!!! Astagfirullah!!! Banguuun!!!” Aku berteriak sekeras mungkin sembari menggedor pintu tetangga terdekat. Beberapa warga keluar dari rumahnya dan mulai ikut berteriak histeris. Aku berlari menuju rumah, membangunkan ibu dan kedua adikku.

Suara teriakan histeris dan ketakutan di luar semakin membuat kami panik. Bingung dengan apa yang harus kami lakukan. Akhirnya kami menyelamatkan barang-barang yang bisa kami bawa. Bergabung dengan warga lain, kami menyelamatkan diri berlari menjauhi Gunung Sitapung.

***
Dua hari kemudian

“Pak, sudah lihat berita lagi? Gunung Sitapung meletus. Ini berita terkini keadaan di sana.” Kata seorang ibu kepada suaminya.

“Selamat malam saudara sekalian. Setelah ratusan tahun tertidur, Gunung Sitapung yang dinyatakan tidak aktif, meletus kemarin malam. Saat ini, para ahli geologi sedang mengamati aktivitas Gunung Sitapung. Tak ada korban jiwa dalam bencana ini, tetapi para pengungsi membutuhkan uluran tangan kita. Seperti yang saudara lihat di layar kaca, sampai saat ini, para pengungsi membutuhkan bantuan berupa pakaian, obat-obatan, makanan, dan sejenisnya. Pemerintah pusat juga telah menurunkan dana bantuan sebesar 23 Miliar untuk korban bencana ini. Jika anda ingin memberikan sumbangan berupa apa pun, silakan hubungi hotline number di bawah ini, atau kirimkan sumbangan anda ke rekening ini. Saya Zirina Tamil undur diri. Sekian dan terima kasih.”

“Wah, kasihan juga ya, Bu. Besok bapak akan transfer sejumlah uang deh. Satu juta cukup kan Bu?” Ucap seorang bapak merespon berita di tivi.

“Lho? Kok nyumbang uang? Apa gak sebaiknya nyumbang pakaian, Pak? Kalau uang nanti takutnya gak sampai bantuannya, Pak.”

“Ah, sudahlaaah. Repot nanti kita harus bawa buntelan baju ke tempat penyumbangan. Sudah. Pokoknya besok bapak transfer ke rekening barusan. Ibu sudah catat kan nomor rekeningnya?”

“Iya, Pak. Sudah aku catat.” Jawab ibu dengan lemah.

“Bagus. Yuk, kita tidur. Bapak capek, nih.”

***
Seminggu kemudian di Kantor Daerah

“Apa-apaan ini!?! Hendra!!! Kemari kau!!!”

“I.. Iya, Pak? Ada apa, Pak?”

“BRAK!!!” Pria berkumis itu berteriak sambil menggebrak meja. “Uang sumbangan kenapa pula cuma ada 11 Miliar? Kemarin kulihat ada lebih dari 20 Miliar yang akan disumbangkan!”

“Oh, itu, Pak. Anu.. Kemarin Pak Rudi bilang kita semua bakal kebagian. Begitu, Pak.”

“Oh, gitu. Ya sudah kalau begitu, kembali ke ruanganmu sana.”

“Baik, Pak. Saya permisi dulu.”

Didedikasikan untuk para korban bencana alam di seluruh nusantara.

1 komentar: